Berawal dari sebuah pengalaman, saya ingin menceritakan bagaimana akhirnya saya bisa menulis blog ini dengan judul diatas.
Ya, dreams comes true.
Ini cerita tentang perjuangan saya untuk menggapai bangku perguruan tinggi negeri.
Awal kelas 7 SMP, saya mendengarkan ibu saya bercerita tentang betapa enaknya untuk menjadi seorang guru. Ada satu singkatan yang membuat saya tertarik untuk menjadi seorang guru. PNS. Yang ada di pikiran saya, menjadi PNS sangatlah menyenangkan, hidup sejahtera mendapat uang walaupun kita sudah tidak bekerja. (Maaf, saya anaknya memang suka ngumpulin uang)
Berawal dari sana, sering sekali saya diberi pertanyaan "Cita-cita nya mau jadi apa?" dan saya selalu menjawab "Guru bahasa inggris hehe". Karena saya memang mencintai bahasa inggris sejak SD, karena nilai saya selalu diatas 90 (bukan bermaksud sombong hehe). Saya juga selalu ikut les bahasa inggris sana-sini sejak SD.
Tetap dalam pendirian saya, hingga saya kelas 9, saya selalu menjawab ingin menjadi guru bahasa inggris di setiap ada yang menanyakan tentang cita-cita saya.
Namun, pada saat memasuki bangku SMA. Saya dihadapi pilihan yang sangat sulit. Pilihan jurusan. IPA/IPS?
Memang ada tes psikotes saat awal masuk SMA untuk melihat apakah kita lebih mampu di IPA atau IPS, tetapi tes itu tidak cukup untuk saya, karena hasil dari tes itu saya mendapatkan yang seimbang antara IPA atau IPS. Yang berarti saya bisa di jurusan mana saja.
Saat itu, saya sempat berselisih dengan ibu saya, karena ibu saya lebih memilih IPS, sedangkan saya lebih memilih IPA pada saat itu, dengan alasan IPA bisa ke jurusan apa saja saat kuliah nanti. Jelas ibu saya memilih IPS karena beliau melihat hasil raport saya, hampir setiap pelajaran IPS yang saya pelajari saat SMP mendapatkan 90. Tetapi, saya lagi-lagi tetap pada pendirian untuk memilih IPA.
Aneh memang, cita-cita ingin menjadi seorang guru bahasa inggris, tetapi masuk IPA. Berulang kali ibu saya mengatakan seperti itu juga. Akhirnya, masuklah saya ke dalam jurusan IPA di SMA.
Namun
saat memasuki kelas 10 SMA, sangat tidak disangka, saya merasa tertekan, nilai
saya menurun semua, bukan hanya satu dua angka, tetapi menurun dengan sangat
drastis. Yang awalnya di SD saya selalu mendapatkan 3 besar dan SMP selalu
mendapatkan 10 besar, kelas 10 SMA saya mendapatkan peringkat yang sangat
sangat tidak ingin saya ingat. Bahkan saat salah satu pelajaran mtk, saya
pernah menangis di kelas karena kelompok saya belum menyerahkan lembar jawaban
dan guru mtk tersebut sudah tidak mau menerima lagi, dan akhirnya pun saya
teringat akan nilai saya yang sangat turun drastis, lalu menangis di meja saya
yang berada di belakang kelas. Buat kalian teman kelas 10 saya yang membaca
ini, pasti kalian sering melihat saya menunduk di meja pojok belakang dengan alasan tidur, padahal tidak, saya menangis atau hanya sekedar memejamkan mata sambil merenung.
Belum cukup sampai disitu, saya semakin merasa tertekan berada di kelas 10
karena suatu masalah yang saya sebabkan dengan jari saya, saya salah
mengcopy-paste sebuah bc-an yang berakibatkan semua anak di kelas marah kepada
saya. Dan akhirnya, hari libur 2 minggu yang sangat berarti bagi siswa SMA itu
sangat tidak menyenangkan bagi saya, karena saya selalu memikirkan kejadian
tersebut.
Dan di kelas 10 SMA lah saya juga mulai berhenti les bahasa inggris, karena
jadwal yang bentrok dengan bimbel saya. Lagi-lagi dikarenakan nilai yang turun.
To be honest, saya selalu ingin cepat-cepat lulus dari SMA pada saat itu.
Tapi, keadaan berubah saat saya duduk di kelas 11 SMA. Nilai saya naik
perlahan. Saya mulai merasakan nyaman di kelas saya. Saya mulai merasakan yang
namanya kehidupan SMA yang kata orang masa-masa paling indah. Mulai sejak saat
ini lah saya menjadi labil untuk memilih jurusan yang saya ingin di kuliah.
Tetapi, saat orang bertanya "Mau lanjut kemana?" saya tetap menjawab
"Pendidikan Bahasa Inggris UNJ". Ya, sejak SMP saya selalu mengatakan
ingin melanjutkan kuliah ke Pendidikan Bahasa Inggris UNJ. Bahkan tak hanya
satu dua orang yang mengatakan "Itu kan soshum fi?". Karena
pertanyaan ini, saya menjadi berpikir berkali-kali tentang jurusan yang saya
mau.
Bahkan, saat kelas 11 SMA juga saya mulai semakin mendalami graphic design yang
dari dulu saya lakukan hanya sekedar untuk 'main-main'. Saya mulai mencoba
mendaftar Magang Kompas MUDA sebagai graphic designer. Dengan niat awal hanya
iseng-iseng berhadiah dengan mengirim email dengan isi kepedean saya dan karya
saya, ternyata saya lolos tahap pertamaaaa! Senangnya sangat luar biasa, dari
beribu-ribu orang yang mengirimkan email, saya terpilih untuk lolos ke tahap
kedua. Hari-hari saya pun semakin ceria di kelas 11 SMA ini. Perjalanan untuk
menjadi Magangers sebentar lagi sampai. Ya, karena seleksi ini hanya 2 tahap.
Akhirnya saya menuju kantor Kompas untuk melakukan tahap 2, yaitu tahap
wawancara. Namun dengan sangat disayangkan, saya gagal di tahap terakhir ini.
Mulai saat itu, saya merasa bahwa menjadi graphic designer adalah impian saya.
Kerja disebuah kantor majalah atau koran juga menjadi impian saya. Mulailah
terjadi perubahan pilihan jurusan kuliah. Saya berpikir, bakat saya di gambar,
jadi saya harus memilih jurusan yang ada hubungannya dengan menggambar.
Naik ke kelas 12 SMA, nilai saya semakin naik dengan pesat. Bahkan saya pernah
mendapatkan 10 besar lagi setelah 2 tahun lamanya. Dan saat semester 1, ketika
di tanya tentang cita-cita atau ingin melanjutkan kemana, saya tetap menjawab
"Pendidikan Bahasa Inggris UNJ". Tetapi, hal itu tidak bertahan lama,
saya merubah jurusan saya ke SAPPK ITB dan FSRD ITB, dan berharap saya bisa
melengkapkan keluarga saya agar menjadi keluarga ITB yang semuanya berkuliah di
ITB (iya, kakak saya dua-duanya kuliah di ITB)
Tetapi, jurusan ini juga tidak bertahan lama. Di semester ke 2, H-2 atau 3
bulan SBMPTN, saya mengubah jurusan saya lagi. Sekarang pindah ke Arsitektur UI
& Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB. Saya memilih arsitektur
karena saya memang menyukai gambar dan ingin membuat desain rumah saya sendiri,
sedangkan saya memilih komunikasi karena saya teringat impian saya untuk
bekerja di kantor majalah atau koran. Akhirnya, SBMPTN pun saya memilih itu dan
melupakan cita-cita saya sejak dulu, yaitu Pendidikan Bahasa Inggris UNJ.
Pemilihan jurusan untuk SBMPTN pun tidak berjalan mulus. Lagi-lagi saya harus
berselisih dengan ibu saya. Ibu saya yang mengetahui saya dari dulu ingin
menjadi guru bahasa inggris tetap ingin saya memilih Pendidikan Bahasa Inggris
UNJ walaupun itu masuk kelompok soshum. Dengan begitu, saya harus mengikuti
kelompok campuran di SBMPTN, mempelajari IPA dan IPS. Saya pun sempat
mempelajari IPS sampai akhirnya tidak memilih soshum sama sekali di SBMPTN
karena saya merasa persiapan IPS saya sangat kurang.
Saat hari pengumuman SBMPTN tiba, dengan rasa deg-degan saya menunggu
pengumuman yang akan diumumkan jam 2 siang. Namun sangat disesalkan, saya tidak
lolos satupun dari pilihan saya. Kecewa, pasti. Stress, pasti. Nangis, iya.
Dari sanalah saya mulai meyakini, pasti Allah akan memberikan saya pilihan yang
terbaik walaupun saya tidak diterima melalui jalur SBMPTN, karena masih banyak
PTN yang membuka jalur mandiri. Dan sejak itu juga lah saya mulai mendaftar 6
mandiri PTN, yaitu UNS, IPB, UPI, UNDIP, UB, dan UNJ.

Di mandiri UNS, saya memilih Arsitektur lagi. Seleksi ini menggunakan nilai
SBMPTN. Dan lagi-lagi, saya ditolak. Lalu saya menangis lagi.
Di mandiri IPB, saya memilih Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat lagi.
Seleksi ini merupakan tes tulis yang diadakan hanya di kota Bogor, saya
berangkat ke Bogor dengan kakak saya sehabis sahur. Saat tes ini memang sedang
bulan Ramadhan. Dan saat pengumumannya, lagi-lagi juga, saya ditolak. Menangis
lagi, iya. Disini saya sudah merasakan 3 kali ditolak.
Mulai dari sana, merasakan 3 kali ditolak pasti sangat mengganggu pikiran saya.
Lalu pada suatu hari, saya mendapatkan ceramah di musholla yang saya datangi
saat tarawih, ceramah tersebut bagaikan pesan untuk saya, bahwa saya harus
selalu mengingat Allah, jangan putus asa, dan selalu berdoa kepada Allah,
karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk hambanya. Saya setiap
hari selalu menunaikan shalat 5 waktu tepat waktu. Selalu berdoa di setiap
sujud saya dan sehabis shalat. Bahkan saya sering sekali menangis di waktu doa
saya. Saya benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam saat itu.
Di mandiri UPI, saya memilih Pendidikan Teknik Arsitektur, saat di SBMPTN pun
saya memilih ini juga sebagai pilihan terakhir. Dan seleksi ini menggunakan
hasil dari SBMPTN. Rasa hopeless kembali menyelimuti saya. Lemas, lesu, tak
sanggup jika harus melihat kalimat "Maaf" lagi untuk keempat kalinya.
Cerita yg mengesankan ada disini, saat saya pulang dari tes mandiri UNJ saat
perjalanan menaiki Uber (saat itu adalah hari pengumuman UPI, tetapi saya lupa,
dan baru ingat di dalam Uber saat perjalanan pulang) saya berbicara kepada
kakak saya "Ya Allah ini tes terakhir, ada yang nyantol kek satu".
Pulang-pulang, dengan perasaan hopeless akan diterima di UPI, saya jalan
membawa berkas yang berisi nomor pendaftaran saya ke ruang keluarga, disitu
kakak saya menawarkan dia yang membukanya, dan saya meng-iyakan. Dan hasilnya,
alhamdulillah saya diterima untuk pertama kalinya. Senang bukan main, keluarga
saya semua ikut senang juga. Apalagi nenek saya, beliau langsung mengabari
saudara-saudara terdekat saya bahwa saya akhirnya lolos di PTN dan 1 kota
dengan kakak saya yang berkuliah di Bandung juga (ITB). Dari sini, saya sudah
tidak memikirkan mandiri yg lain jika ditolak, kalau diterima juga malah
bersyukur sekali.

Lalu keesokan harinya adalah pengumuman mandiri UB. Seleksi ini menggunakan hasil
SBMPTN. Disini saya harus merasakan yang namanya kata "Maaf" lagi
muncul di layar laptop saya. Lagi-lagi, saya ditolak lagi. Tetapi sudah tidak
terlalu sedih seperti saat saya belum memiliki universitas yang menerima saya.
Dan 2 hari setelahnya (kalau tidak salah) adalah pengumuman UNDIP. Seleksi ini
menggunakan tes tulis yang diadakan di berbagai kota dan saya tes di Bekasi.
Saya memilih jurusan Arsitektur disini. Dan lagi-lagi, disini saya mendapatkan
penolakan yang kelima kalinya. Saya sudah berpikir "Yasudahlah, memang
takdir saya itu untuk menuntut ilmu di Bandung mungkin"

Lalu saat mandiri UNJ, saya memilih jurusan yang dari dulu saya cita-citakan,
yaitu Pendidikan Bahasa Inggris. Seleksi ini merupakan tes tulis. Ibu saya yang
meluruskan pikiran saya lagi, ibu saya juga yang menyemangati saya bahwa saya
pasti bisa lolos di jurusan ini walaupun ini soshum, dan ibu saya juga yang
menyuruh saya memilih Pendidikan Bahasa Inggris tanpa ragu. Ya, saya sempat
ragu untuk mengambil jurusan ini, karena Pendidikan Bahasa Inggris merupakan
salah satu program studi dengan passing grade tertinggi di soshum UNJ, dan
merupakan yang tertinggi dalam program studi pendidikan yang ada di UNJ. Ibu
saya bilang "Udah kamu ambil soshum aja semua. Ibu yakin kamu bisa lolos
di pilihan pertama". Akhirnya saya memilih ujian kelompok soshum untuk UNJ.
Hanya dengan waktu 4 hari saya belajar IPS dengan mengisi soal-soal dari
tahun-tahun sebelumnya, membaca rangkuman dari teman saya, dan membaca buku
kuning (buku rangkuman kecil yang menurut orang-orang buku ini sangat sakti
karena semua jawaban yang dicari ada di buku ini). Satu malam sebelum tes, saya
dipantau kakak saya yang kedua yang kebetulan sedang pulang ke rumah.
Benar-benar dipantau di dalam kamar. Karena ini merupakan tes terakhir saya,
dan hidup saya sedang berada diujung (saat hari H tes belum melihat pengumuman
UPI, jadi saya masih deg-degan). Dan alhamdulillah, memang yang namanya tujuan
awal itu tidak boleh dilupakan, saya lolos di Pendidikan Bahasa Inggris UNJ!
Orangtua saya jauh lebih senang saat saya keterima disini daripada saat
mengetahui saya diterima di Pendidikan Teknik Arsitektur, karena ini memang
merupakan cita-cita saya dari dulu dan juga banyak yang sedang membutuhkan guru
bahasa inggris saat ini.

Akhirnya saya memilih Pendidikan Bahasa Inggris UNJ sebagai tempat saya belajar
untuk meneruskan kehidupan yang lebih baik lagi nanti.
Memang yang namanya doa ke Allah sama restu orangtua itu sangat-sangat penting. Dan kejarlah cita-cita kalian setinggi langit, karena jika jatuh, setidaknya jatuh diantara bintang.
Buat kalian yang merasa sedang salah jurusan atau salah kampus saat ini. Saya
mendapatkan sebuah kutipan menarik dari kakak tingkat saya:
"It's not about where you are, It's about what you do. (Ini bukan tentang dimana
kamu berada, ini tentang apa yang kamu lakukan.)
Karena kenyataannya, mungkin kamu bisa mendapatkan hal-hal yang jauh lebih baik
di tempat kamu sekarang.
Learning to know, learning to do, learning to be, and learning to work
together.
And, have fun!"
P.s: Thanks a lot to my bestfriend who always there when I was down. Bela-belain dateng ke rumah dibawah teriknya matahari, and thank
you so much for the gift you gave to me, guys! Lots of love for u 🖤